Saturday, October 22, 2011

Dear an Angel

I know that you'll read this someday...
Forgive me..for the twelve winters in vain...
and I'm so sorry about this twelve years belated apology...
Wherever you are, I pray for your happiness..sister...

With all my love & care...

Saturday, March 12, 2011

Pencerahan, Enlightenment, Lumières, Aufklärung

Pencerahan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan aliran utama pemikiran yang berkembang di Eropa dan Amerika pada abad ke-18. Perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan intelektual pada abad ke-17, seperti ; penemuan-penemuan Isaac Newton, munculnya aliran pemikiran Rasionalisme oleh Rene Descartes, atau pemikiran Skeptismenya Pierre Bayle, Panteismenya Benedict de Spinoza, dan Filsafat Empirisme dari Francis Bacon dan John Locke, sangat menunjang berkembangnya kepercayaan terhadap hukum alam dan prinsip universal. Perkembangan ini juga menumbuhkan rasa kepercayaan akan kemampuan akal manusia, dan hal ini tersebar hingga mempengaruhi pola pikir seluruh masyarakat Eropa dan Amerika pada abad ke-18. Arus-arus pemikiran pada masa itu cukup banyak dan bervariasi, akan tetapi beberapa ide dapat digolongkan sebagai ide hasil serapan dan ide dasar. Pada masa Pencerahan, pendekatan berdasarkan rasio dan ilmu pengetahuan terhadap persoalan agama, sosial, dan ekonomi menjadi tren di masyarakat, sehingga hal ini menghasilkan sebuah pandangan yang bersifat duniawi atau sekuler dan juga membangun opini umum tentang kemajuan dan kesempurnaan di berbagai bidang. (www.ora_et_labora/enlight/prephil.htm)
Kant dalam essainya What’s Enlightenment seperti dikutip peneliti dari situs http//www.karang_karang.com , menyatakan bahwa :
‘Enlightenment is man's emergence from his self-imposed immaturity. Immaturity is the inability to use one's understanding without guidance from another. This immaturity is self-imposed when its cause lies not in lack of understanding, but in lack of resolve and courage to use it without guidance from another. Sapere Aude! [dare to know] "Have courage to use your own understanding!"--that is the motto of enlightenment.’
Pencerahan mengusung ide pengakuan terhadap rasionalitas, kebebasan, kreativitas, keanekaragaman, kesadaran, serta tanggung jawab pribadi. Doktrin-doktrin yang membimbing dan menyemangati abad Pencerahan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) bagi umat manusia, rasio atau akal budi merupakan kapasitas utama yang bersifat positif, 2) dengan rasio manusia dapat membebaskan diri dari pemikiran primitif, dogmatif dan kepercayaan terhadap takhyul yang merupakan suatu ikatan dari ketidak-rasionalan atau pengabaian akal budi, 3) rasio adalah kemampuan utama manusia dan itu memberikannya tidak hanya kemampuan berpikir akan tetapi juga memberi kemampuan bertindak dengan benar, 4) melalui kemajuan di bidang filsafat dan ilmu pengetahuan, rasio dapat menuntun umat manusia secara keseluruhan ke arah suatu keadaan dunia yang sempurna, 5) dengan rasio semua manusia menjadi sederajat, oleh karena itu manusia berhak mendapatkan kebebasannya secara individu dan juga persamaan perlakuan di depan hukum, 6) kepercayaan diterima hanyalah berdasarkan pada rasio dan bukan otoritas dari para pendeta atau tokoh agama ataupun tradisi, 7) semua manusia harus berusaha mencoba untuk memberikan dan mengembangkan pengetahuan, tidak berdasarkan prasangka atau sifat bawaan (http://www.wikileaks.com).
Menurut Y. A. Piliang (1999 : 16) bahwa apa yang disebut Pencerahan dalam diskursus filsafat adalah sebuah proses ‘penyempurnaan’ secara kumulatif kualitas subjektivitas dengan segala kemampuan objektif akal budinya dalam mencapai satu tingkatan sosial yang disebut dengan ‘kemajuan’. Keterputusan dari nilai-nilai mitos, spirit ketuhanan, telah memungkinkan manusia untuk ‘mengukir sejarahnya sendiri’ di dunia–sebagai suatu proses self-determination, dengan manusia menciptakan kriteria-kriteria dan nilai-nilai untuk perkembangan diri mereka sendiri sebagai subjek yang merdeka.
Para filsuf memegang peranan yang sangat penting bagi perkembangan konsep-konsep Pencerahan. Mereka mempopulerkan dan mengajarkan ide-ide baru kepada publik pembaca. Para pendukung Pencerahan menunjukan beberapa sikap-sikap dasariah yang seragam. Dengan kepercayaan yang tinggi terhadap rasionalitas, mereka mencoba untuk menemukan dan bertindak berdasarkan prinsip-prinsip yang diakui keabsahannya secara universal yang mana prinsip-prinsip ini mengatur manusia, alam dan masyarakat. Mereka sering kali mengkritisi bahkan terkesan menyerang ranah rohani dan ilmu pengetahuan, doktrin, sikap-sikap yang tidak bertoleransi, penyensoran, dan juga pengekangan di bidang ekonomi dan sosial. Mereka beranggapan bahwa kebenaran dan rasionalitas adalah penunjang dalam kemajuan. Gerakan ini berakar dari semangat Renaissance yang mengusung ide humanisme dan mengalami masa keemasannya di sepanjang abad ke-18 (www.facebook.com).
Di Inggris Pencerahan dikenal dengan istilah Enlightenment, sedangkan di Perancis dengan istilah Lumières dan di Jerman dengan die Aufklärung. Ide Pencerahan kemudian tersebar ke seluruh Eropa, dan bahkan hingga ke daerah-daerah koloni di Amerika. Penyebarannya adalah melalui buku-buku karya filsuf Pencerahan, atau lewat diskusi-diskusi yang menjadi kebiasaan masyarakat pada masa itu, selain itu ada juga penyebaran melalui surat-surat kabar dan pamflet-pamflet yang mempropagandakan ide Pencerahan.
Gerakan ini muncul sebagai suatu bentuk penolakan terhadap situasi di mana jati diri manusia adalah jati diri yang terkungkung dan tertindas oleh aturan-aturan baku yang dianggap irasional yang diberlakukan oleh pihak gereja sejak Abad Pertengahan (tahun 400-an Masehi hingga tahun 1500-an). Gerakan ini juga merupakan reaksi terhadap situasi politik di mana pihak-pihak monarki di Eropa menerapkan politik absolut yang juga sudah berlaku sejak abad pertengahan yang memposisikan raja atau ratu sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan dan hal ini dianggap kerap kali merugikan pihak rakyat.
Pada abad sebelumnya, yakni abad pertengahan manusia memandang dirinya bukan sebagai makhluk yang bebas. Ia bukan pula makhluk yang diajarkan bagaimana menjawab persoalan-persoalan hidupnya secara nyata. Ia adalah makhluk yang harus hidup dalam satu cara berpikir dan hanya boleh memikirkan satu hal, yakni bagaimana hidup menurut ajaran atau dogma yang di ajarkan oleh gereja. Pandangan ini masih cukup berpengaruh di Eropa hingga awal abad ke-18. Pada intinya gerakan Pencerahan dengan kritis mempertanyakan dan berusaha merombak pandangan umum terhadap kepercayaan-kepercayaan tradisional, adat-istiadat, dan sistem-sistem moral yang merupakan warisan dari abad pertengahan.
Pada umumnya pemikiran masyarakat Eropa dan para penetap di daerah koloni Amerika pada abad abad ke-18 tidak lagi dilandaskan pada doktrin agama yang hanya berorientasi pada pengaturan kesusilaan, melainkan bertitik pijak pada nilai-nilai humanisme serta berorientasi pada pengembangan kehidupan manusia secara nyata. Pengakuan atas nilai-nilai humanisme itu menempatkan manusia menjadi subjek dalam dirinya. Dalam pengakuan ini, sikap-sikap yang didengungkan bukan ketaatan buta, melainkan kesadaran pribadi untuk bertanggung jawab atas seluruh tindakannya. Jadi, manusia Pencerahan bukanlah manusia yang bisa dikendalikan oleh dogma-dogma yang bersumber dari otoritas religius, melainkan manusia yang bebas dan otonom. Ia adalah makhluk yang mampu memberikan makna bagi sejarah kehidupan. Selain itu ia adalah makhluk yang memberikan ruang bagi perkembangannya sendiri dalam hal karsa, cipta, dan rasa. Ia diajarkan pula bagaimana harus hidup dan bagaimana harus mengembangkan dunianya. Lebih dari itu, manusia Pencerahan bertujuan memberikan ruang gerak yang luas bagi kekayaan budaya yang melekat dalam setiap masyarakat (http://www.twitter.com).
Dalam perkembangannya, masa Pencerahan ditandai dengan perubahan iklim di bidang politik, seperti ; terbentuknya pemerintahan parlementer, konsolidasi pemerintahan, pembentukan negara, terciptanya undang-undang hak rakyat dan juga kemunduran pengaruh pihak monarki dan pihak gereja dalam sistem pemerintahan.
Berikut ini ulasan singkat tentang perkembangan serta tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam menghadirkan dan mengusahakan gerakan Pencerahan di Inggris, Perancis dan Jerman (yang merupakan tiga wilayah penting perkembangan gerakan Pencerahan).
Gerakan Pencerahan di Inggris
Keyakinan gerakan Pencerahan akan masa depan yang cerah mendapat dukungan kuat dari ilmu pengetahuan yang berkembang pesat masa sebelumnya. Misalnya dengan munculnya Isaac Newton (1643-1727) dengan hukum gravitasinya yang tidak mengijinkan segala macam spekulasi atau hipotesis atas fenomena dunia, melainkan menjamin kepastian. Kemudian di bidang politik ada John Locke (1632-1704) seorang filsuf Inggris yang sangat terkenal dalam filsafat politik sebagai filsuf negara liberal. Locke juga orang penting dalam filsafat pengetahuan. Dua hal filsafat John Locke yang dianggap mempunyai implikasi bagi perkembangan kebudayaan modern : (1) Anggapan bahwa pengetahuan itu berasal dari pengalaman, (2) Bahwa apa yang kita ketahui melalui pengalaman itu bukanlah objek atau benda yang mau kita ketahui itu sendiri, melainkan hanya kesan-kesannya pada panca indera kita. Di bidang pemerintahan, John Locke mendesak agar perlu ada pembagian kekuasaan dan pemberian jaminan atas hak kelompok minoritas untuk mengadakan oposisi.
Pencerahan dalam wilayah sosial-politik di Inggris dipicu juga oleh naskah-naskah penting yang menjamin kebebasan warga, misalnya Habeas Corpus (1679) yang menetapkan bahwa seorang tahanan harus dihadapkan kepada seorang hakim dalam waktu tiga hari dan diberi tahu atas tuduhan apa ia ditahan. Hal ini menjadi dasar prinsip hukum bahwa seseorang hanya boleh ditahan atas perintah hakim (bukan atas perintah pihak monarki atau gereja).
Dalam ranah lainnya, Undang-undang Pers tahun 1693 menjamin kebebasan berpendapat bagi setiap warga. Ini berarti bahwa setiap orang memiliki hak untuk mengajukan kritik terhadap otoritas gereja atau negara tanpa perlu merasa takut.
 Salah seorang filsuf Pencerahan Inggris adalah David Hume (1711-1776). Sebagai tokoh empirisme, Hume mempunyai peranan penting pula dengan pemikirannya tentang agama. Ia melangkah lebih jauh lagi daripada “the deists” dalam mengkritik agama Kristen. Dalam suatu karya yang telah diterbitkan secara anumerta, Dialogues Concerning Natural Religion, ia menyangkal kemungkinan untuk mendasarkan adanya Allah secara rasional, karena prinsip itu tidak dapat dibenarkan. Dan bukunya yang berjudul Natural History Of Religion (1755) menyelidiki asal-usul serta perkembangan agama sepanjang sejarah umat manusia. Ia berpendapat bahwa agama lahir dari hopes and fears” manusia. Bentuk agama yang asli ialah politeisme yang berangsur-angsur berkembang menjadi monotheisme.
Gerakan Pencerahan di Perancis
Abad ke-17 dapat dianggap zaman keemasan bagi filsafat Perancis, karena filsafat Descartes dengan slogan yang terkenalnya “Aku berpikir maka aku ada” dan pengikut-pengikutnya menyerbu semua lingkungan intelektual di Eropa. Tetapi pada abad 18 pikiran-pikiran filosofis di Perancis di impor dari Inggris (Newton, Locke dan “the deists”).
Gerakan pencerahan di Perancis memusatkan perhatiannya pada 7 hal : (1) rasionalisme, (2) gerakan pencerahan, (3) optimisme kebudayaan, (4) kembali ke alam, (5) agama alamiah, (6) hak asasi manusia, (7) tantangan terhadap kekuasaan.
Dalam perkembangannya, Pencerahan di Perancis berlangsung secara liberal dan radikal – dengan sentimen anti-Gereja. Voltaire (1694-1778) menyerukan pemusnahan gereja “Ecrasez l’infâme!” (Luluh-lantakkan yang buruk!). Contoh lainnya, adalah pendirian patung Dewi Rasio di dalam katedral Notre Dame, tahun 1793. Puncaknya adalah pada saat terjadi Revolusi Perancis yang diawali dengan penyerbuan penjara Bastille –– tempat para tahanan politik dikurung –– pada tanggal 14 Juli 1789 oleh rakyat yang gerah dengan pemerintahan monarki Perancis yang dinilai dengan sewenang-wenang mengabaikan hak rakyat.
Berikut ini adalah para penggagas pencerahan di Perancis :
1. Pierre Bayle (1647-1706)
Ia memelopori Pencerahan di Perancis. Beyle adalah seorang pemikir yang sangat kritis. Karyanya yang tekenal ialah Dictionnaire Historique At Critique. Buku ini merupakan semacam ensiklopedi yang membicarakan tentang seluruh ilmu pengetahuan pada waktu itu.
2. Julien De La Mettrie (1709-1751)
Seorang doktor Perancis yang belajar di Laiden dan juga setelah tamat studinya menetap di Belanda. Bukunya l’Homme Machine (Mesin manusia : 1748) merupakan uraian mekanis tentang manusia. Karena pikiran-pikirannya dianggap terlalu ekstrim, ia harus meninggalkan negeri Belanda dan pergi ke Raja Frederik di Prusia.
3. Paul-Henri D’holbach (1723-1789)
Menganut pendirian materialisme yang ekstrim. Dalam bukunya Sisteme de la Nature (Sistem Alam : 1770), ia mencoba menguraikan materialisme sebagai sistem yang menyeluruh.
4. Claude Adrien Helvetius (1715-1771)
Dalam bukunya de l’Esprit (Perihal Roh : 1758) ia mereduksikan segala aktifitas psikis menjadi penginderaan-penginderaan (sensations) saja. Juga dibidang politik dan religius ia mengemukakan pendapat-pendapat yang ekstrim.
5. Voltaire (1694-1778)
Nama aslinya adalah Francois Marie Arouet. Voltaire adalah salah seorang filsuf yang mewujudkan Pencerahan di Perancis. Wataknya militan dan tulisan-tulisannya sangat kritis. Ia melancarkan serangan-serangan hebat menentang tata negara politik di bawah pimpinan Raja Louis XV dan gereja Katolik Perancis yang sifatnya klerikal.
6. Charles De Montesquieu (1689-1755)
Seakan-akan melambangkan tentang kebebasan hidup dalam jaman ini. Ia menjadi terkenal karena bukunya del’Esprit des Lois (1748). Montesquieu berpendapat bahwa seharusnya undang-undang dibuat bukan berdasarkan inisiatif seseorang penguasa negara tertentu, akan tetapi berdasarkan sifat-sifat bangsa terebut.
6. Jean-Jacques Rousseau (1712-1778)
Beliau dianggap sebagai salah satu filsuf yang terbesar pada zaman itu. Aliran filsafatnya mempunyai kedudukan tersendiri. Ia tidak menganut optimisme pada rasio seperti yang terdapat pada filosof Pencerahan lainnya. Tetapi ia menganut optimisme lain yaitu kodrat manusia : “dalam keadaan yang asali, manusia adalah baik. Tetapi kultur dan ilmu pengetahuan telah membusukkan keadaan asal itu. Oleh karenanya semboyan Rousseau menjadi : Retournons a la nature (kembali ke alam). Bertentangan dengan Hobes yang melukiskan keadaan asali manusia berlandaskan egoisme, maka Rousseau menganggap keadaan asali itu berupa firdaus. Namun dengan timbulnya kultur situasi menjadi berubah sama sekali dan penyebabnya adalah keserakahan manusia. Rousseau menentang kemewahan serta kompleksitas yang terdapat dalam masyarakat waktu itu dan menekankan bahwa kebahagiaan manusia akan diperoleh dengan kembali kepada kedaan asal yang bersahaja itu.
Gerakan Pencerahan di Jerman
Jika dibandingkan dengan di Perancis, maka di Jerman gerakan Pencerahan berlangsung dengan lebih tenang. Pada waktu itu rasionalisme Kristian Wolff dan murid-muridnya merajalela di semua Universitas di Jerman dan dapat dianggap sebagai gejala tepenting dari masa Pencerahan di sana.
Seorang yang sangat mengagumi serta memajukan pemikiran pencerahan Jerman adalah Frederick Agung atau Frederick II (1712-1786).
Pencerahan di Jerman lebih fokus pada persoalan moral dan upaya untuk menemukan hubungan antara rasio dan agama. Gotthold Ephrain Lessing (1729-1781) dalam bukunya “Pendidikan Bangsa Manusia” melihat bahwa dengan dorongan semangat Pencerahan kelak akan tiba suatu jaman ketika kebenaran-kebenaran wahyu Allah dalam kitab suci akan digantikan dengan kebenaran-kebenaran berdasarkan akal budi, suatu jaman ketika orang melakukan yang baik, karena hal itu adalah sesuatu yang baik, bukan karena adanya semacam ganjaran yang datang dari padanya.
Suatu ‘otonomi manusia’ menjadi proyek besar di sini. Suatu otonomi dalam berpikir dan menentukan tindakannya sesuai dengan prinsip-prinsip yang ia yakini sebagai sesuatu yang baik, benar, dan tahan uji. Hal ini pulalah yang kita dapati dalam filsafatnya Kant. Bagi Kant, sudah tiba saatnya untuk menyatakan bahwa akal budi manusia adalah ukuran dan prinsip untuk segala-galanya ; untuk apa saja yang ia ketahui (segi epistemologi), untuk apa saja yang ia perbuat (segi moral), dan untuk apa saja yang ia harapkan (segi teleologis).
Pandangan Kant di atas, mengarah pada ‘subjektivitas’ manusia. Berkat rasionya, sang ‘Aku’ menjadi pusat pemikiran, pusat pengetahuan, pusat perasaan, pusat kehendak, dan pusat tindakan sehingga manusia bukan lagi sebagai viator mundi (peziarah di dunia), melainkan sebagai faber mundi (pembuat dunia).

Latar Belakang (sejarah) Kemerdekaan Amerika Serikat

Perkembangan penduduk di daerah-daerah koloni Inggris di Amerika sangat pesat. Jika pada tahun 1700 populasi penduduknya tercatat hanya 200.000 jiwa maka pada tahun 1770 telah meningkat tajam menjadi 2.5 juta jiwa. Bagi pemerintah Inggris, Amerika adalah sumber keuntungan yang besar. Oleh karena itu, parlemen Inggris mengesahkan berbagai undang-undang pelayaran yang isinya, antara lain segala pengangkutan barang-barang dari negara-negara kolonial ke Inggris atau sebaliknya hanya boleh dilakukan dengan menggunakan kapal Inggris. Undang-undang yang lain menyebutkan bahwa kaum penetap di daerah kolonial hanya diperbolehkan melakukan transaksi dagang dengan Inggris dan melarang mereka berdagang dengan negara lain. Tujuan dari semua undang-undang tersebut adalah agar para pengusaha Inggris tidak tersaingi oleh para pengusaha yang menetap di Amerika. Tentu saja peraturan tersebut sangat merugikan mereka, akibatnya mereka selalu berusaha untuk menghindari atau bahkan melanggar. Kejengkelan para penetap Amerika diperparah oleh sikap pemerintah Inggris yang lemah dalam menghadapi penyelundupan dan perdagangan gelap yang sangat marak di daerah koloni Amerika Utara.

Perang selama tujuh tahun untuk melindungi daerah kolonial dari serangan bangsa Perancis di Kanada telah menyedot dana yang besar. Guna menutup biaya tersebut, pemerintah Inggris memutuskan untuk memanfaatkan sumber-sumber keuangan yang berasal dari daerah koloni. Pemerintah Inggris memutuskan memberantas penyelundupan dan perdagangan gelap yang marak terjadi di Amerika Utara serta memberlakukan bea masuk dan pajak-pajak baru pada tahun 1764. Peraturan yang mengekang dan ditambah lagi dengan kebijakan baru tersebut telah menimbulkan reaksi keras dari kaum pengusaha yang menetap di Amerika. Pemerintah Inggris tidak bisa begitu saja mengambil keputusan di London tanpa adanya persetujuan dari wakil pemerintah Kolonial Amerika. Dengan mengangkat slogan ‘No taxation without representation’ yang berarti ‘Tiada pembebanan pajak tanpa perwakilan’. Bagi mereka, keputusan raja Inggris dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak-hak serta kebebasannya. Akhirnya, rasa percaya diri kaum penetap tumbuh setelah ancaman dari bangsa Perancis semakin tidak dirasakan.

Sementara itu, di Inggris sendiri keputusan Raja George III tersebut menimbulkan tanggapan yang pro dan kontra dari para politisi. Mereka yang pro-raja berargumen bahwa tujuan hasil penarikan pajak adalah untuk anggaran pertahanan dan keamanan dalam upaya melindungi kolonial Amerika dari serangan bangsa Perancis. Sementara itu, pihak yang kontra yang didukung oleh politisi ternama seperti Wilkes dan Chatham, menentang keputusan raja dengan alasan demi keutuhan kerajaan Inggris. Solusi mereka adalah dengan memberikan konsesi-konsesi kepada kaum penetap Amerika. Namun, setelah perang tidak dapat terhindarkan, seluruh rakyat Inggris akhirnya mendukung keputusan raja meskipun tidak sepenuh hati karena menurut mereka ini adalah perang saudara. Pemerintah pun akhirnya memutuskan untuk menggunakan tentara sewaan dari Jerman untuk dikirim ke Amerika.

Pada 1773, sekelompok pendatang Inggris melakukan reaksi dengan memboikot pemberlakuan pajak tersebut dengan membuang muatan hasil panen teh ke laut di Pelabuhan Boston daripada harus membayar pajak. Peristiwa tersebut, kemudian lebih dikenal dengan The Boston Teaparty. Aksi ini memicu kemarahan pemerintah Inggris dan kemudian menutup pelabuhan Boston. Sebaliknya, kaum penetap memutuskan untuk mengawasi dan mencegah masuknya barang-barang dari Inggris ke Amerika sampai pelabuhan Boston dibuka kembali. Pemerintah Inggris menganggap bahwa aksi tersebut sebagai pemberontakan dan memutuskan untuk menyelesaikan dengan kekuatan pasukan perang.

Bagi kaum penetap peristiwa ini kemudian dianggap sebagai tonggak Perjuangan Kemerdekaan Amerika. Sedangkan puncak perjuangan mereka adalah ketika Kongres Kontinental yang mewakili ketiga belas koloni Amerika Utara bersidang di Philadelphia dan mendeklarasikan kemerdekaan ke-13 koloni tersebut dengan nama The United State of America (Amerika Serikat) pada tahun 1776. Pernyataan merdeka ini menyebabkan kemarahan besar pemerintahan Inggris dan mereka tidak mengakui keputusan tersebut. Akhirnya, pemerintah Inggris mengirimkan pasukan perang untuk menggempur Amerika Serikat. Pada awal-awal pertempuran, rasa pesimis muncul pada para pejuang pendiri Amerika Serikat karena para milisi Amerika tidak memiliki pengalaman berperang yang sebanding dengan angkatan Laut Inggris. Ditambah lagi, mereka tidak memiliki disiplin perang yang sebenarnya. Kekhawatiran lain yang muncul adalah ancaman dari kaum loyalis atau tories yang masih setia kepada pemerintah kerajaan Inggris. Dalam situasi dan kondisi yang kritis, munculah nama George Washington seorang pemimpin yang memiliki kemampuan dalam bidang militer dan politik.

Rasa pesimistis tentara Amerika Serikat mulai sirna ketika mereka mampu mengalahkan angkatan perang Inggris di Saratoga. Kemenangan tersebut menjadi titik balik bagi kebangkitan perjuangan mereka. Kemenangan tersebut dimanfaatkan oleh negara-negara yang pernah dikalahkan oleh Inggris untuk membalas dendam mereka. Dimulai dari Perancis yang memang sejak semula telah bersimpati kepada perjuangan tentara Amerika, kemudian diikuti oleh Spanyol dan Belanda. Momen tersebut juga disambut gembira oleh negara-negara Eropa lainnya karena tidak senang dengan arogansi pemerintah Inggris yang mengizinkan Angkatan Lautnya melakukan operasi terhadap semua kapal-kapal di lautan bebas.

Tekanan rupanya juga datang dari dalam negeri Inggris sendiri. Pada tahun 1782 parlemen setuju untuk mengurangi kekuasaan raja dengan mendesak raja untuk membubarkan kabinetnya. Selanjutnya, mereka mendesak agar pemerintah segera mengadakan perjanjian damai dengan Amerika sehingga hubungan yang baik tetap terjalin. Sedangkan tujuan yang lebih penting adalah mengurangi pengaruh Perancis terhadap Amerika. Inggris pun akhirnya menandatangani Perjanjian Paris pada tahun 1783 yang isinya adalah mengakui kemerdekaan Amerika Serikat.