Saturday, January 9, 2010

KISAH BUKIT PASIR

Mereka menggali...bukit kecil dekat sungai dengan air yang hanya sebatas mata kaki tempatku belajar berlari...tanah berpasir yang tertutup ilalang, pelepah kelapa dan dedaunan kering yang jatuh dari dahan pepohonan mangga dan dari cabang-cabang halus rumpun pohon bambu yang sudah tumbuh di situ sejak zaman penjajahan Jepang...Tempat bapakku menyendiri untuk menyatukan hati dan pikirannya...

Mereka terus menggali...hingga burung-burung kuning...hijau...merah...coklat...hitam yang ku kenal sejak kedatanganku yang pertama dengan sepatu bot mungil berwarna biru itu mengusik telingaku dengan nyanyian ratapan mereka...Jauh-jauh mereka mendatangiku...setelah kemerduan kicauan irama pengantar suasana mereka sudah tidak lagi digubris bapakku yang kini tinggal bersama bumi...

Mereka masih menggali...Satu...dua...tiga pohon kelapa yang oleh bantuan angin telah menaklukkan para pemberani itu tumbang...Salah satunya buntung karena pernah tersambar petir...Pernah sebuah gubuk didirikan di situ...tempat orang yang menghormati bapakku dengan sepenuh hati tinggal...ia dan keluarganya...

Mereka mulai menggila...dan rumpun bambu yang pernah dibuat keriting oleh mortir tentara pusat itu terbabat habis..."Amper..." kata bapakku setiap kali ia mengakhiri kisah itu...Ia dan sekeluarganya nyaris meregang nyawa di rumpun bambu itu saat perang Permesta...

Mereka terus menggila...Pepohonan mangga yang ditanam dan dirawat bapakku sejak kecil hampir habis roboh...beberapa yang masih muda pernah kutanam dengan penuh semangat...

Mereka masih menggila...dan semua kenangan tentang aku dan bapakku di bukit itu akan sepenuhnya sirna dari kenyataan...

jeda...